Penghujung
Harapan
Izar adalah seorang ayah yang penuh akan rasa tanggung jawab kepada anak
– anak dan istrinya. Panas terik, hujan, ia lalui dengan semangat dan senyuman
yang meneduhkan hati keluarganya. Harapan demi harapan ia kejar hingga titik
terakhir. Buat ia anak adalah mutiara – mutiara yang di berikan tuhan
kepadanya, yang harus dijaga, diasuh, dan disiram dengan pendidikan yang
berguna untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Harapan yang dikejar
selama ini hampir tercapai, ia berhasil menyelesaikan kuliah anaknya hingga
mendapat gelar serjana pedidikan di universitas islam negeri (UIN) Riau.
Herawati!
ia anak perempuan Izar yang cerdas, rajin, dan istiqomah dalam menjalani tujuan hidup. Herawati dapat dikatagorikan maha siswi yang berprestasi. Betapa tidak, alangkah bangganya menjadi seorang ayah herawati. “Saling menghormati, saling menyayangi, dan saling menghargai”. Itulah motto hidup yang mereka genggam untuk mencapai sebuah keluarga yang harmonis. Hiruk – pikuk kehidupan mereka lewati bersama.
ia anak perempuan Izar yang cerdas, rajin, dan istiqomah dalam menjalani tujuan hidup. Herawati dapat dikatagorikan maha siswi yang berprestasi. Betapa tidak, alangkah bangganya menjadi seorang ayah herawati. “Saling menghormati, saling menyayangi, dan saling menghargai”. Itulah motto hidup yang mereka genggam untuk mencapai sebuah keluarga yang harmonis. Hiruk – pikuk kehidupan mereka lewati bersama.
Herawati belum sepenuhnya mendapatkan gelar sarjana
pendidikan, dikarenakan ia belum wisuda. Ia harus pulang kampung untuk
menjemput kedua orang tuanya. Lagi pula wisuda akan dilaksanakna sekitar 30
hari lagi.
Kedatangan herawati
disambut hangat oleh keluarganya. Linangan air mata bahagia pun jatuh bersama
dengan kegembiraan. Ayah Herawati mengucapkan
sebuah kalimat bangganya,” terima kasih nak, engkau telah mewujudkan harapan
ayah”.
Sejak kepulangan
Herawati, segala persiapan untuk wisuda mereka persiapkan dengan matang. Agar
di hari bahagia itu, dapat berjalan dengan mulus. Hari – hari ayah Herawati
membicarakan hal dengan tema yang sama, yakni wisuda anaknya yang akan
didampingi ia dan istrinya. Andaikan ia dapat mempercepat waktu, ia akan
mengubah 30 hari menjadi 3 hari. Begitulah rasa senang yang ada dihati seorang
ayah Herawati.
Hari demi hari mereka
tunggu hingga sampailah hari ke tiga sebelum wisuda. Sore itu ayah Herawati
keluar rumah dengan maksud ingin membelikan Brosspen untuk anaknya,agar bisa
disematkan di kerudung saat hari wisuda nanti. Ia melangkah keluar rumah dengan
senyuman dan rasa bahagia. Didalam keramaian,ayah herawati memilih Bross yang
akan digunakan anaknya nanti. Ia tahu benar warna kesukaan anaknya, lain tak
bukan ialah “ ungu “. Selesai memilih ia pun pulang dengan membawa sebuah Bross
yan berbentuk kupu – kupu.
Ditengah keramaian ia
berjalan dengan langkah cukup teliti, tiba – tiba beberapa polisi
menghampirinya, tanpa alasan, ayah Herawati dibawa langsung ke kantor polisi,
ia tidak tahu kesalahan apa yang telah ia lakukan dan ia tidak tahu mengapa
sebungkus sabu – sabu ada di saku celananya.
Dengan bukti sebungkus
sabu – sabu ayah Herawati ditahan dan menjadi tersangka pemakai Narkoba.
Ayahnya tidak dapat mengelak dengan kondisi didesak, padahal ia sudah berusaha
semampunya untuk meyakini polisi tersebut, tetapi apa daya ayahnya hanyalah
seorang rakyat kecil yang dizaman modren sekarang mungkin wajib dipakai sebagai
pelampiasan orang yang berkuasa.
Mendengar kabar ayahnya
ditahan, herawati tak sanggup menahan tangis, rasanya ingin menjerit, betapa
sakitnya batin ini menahan rasa perih hancurnya sebuah harapan. Tetapi ia tetap
menggenggam prinsip hidup yang di ajarkan oleh ayahnya. Dengan hati yang gundah_
gulanah, ia menjenguk ayah dengan didampingi ibunya. Sesampainya disana,
herawati dan ibunya langsung menjumpai ayahnya, yang ternyata ayah yang selalu
memberi motivasi kepadanya, sekarang berdiri di jeruji besi, tidak ada lagi
matahari yang setia menemani ayah, dengan perlahan ia mendekati ayahnya dan
berjabat tangan melalui jeruji besi. “ ayaah” sapa herawati yang tak dapat
membendung air mata.” Mengapa ayah bisa sampai di tempat ini ? bukankah ayah
akan mendampingi ku dihari wisuda nanti bersama ibu ?”. mendengar ucapan
anaknya ayah herawati berpaling muka sambil menghapus air mata yang mengalir
dipipi. Setelah mengusap air mata, ia kembali memandang wajah anaknya dalam keadaan tegar. “ nak, maafkan
ayah yang telah mengecewakan hati mu, tapi ayah janji, ayah akan merayakan
wisuda mu nanti dirumah kita, setelah ayah keluar dari sini”. Ucap ayahnya
dengan maksud agar anaknya gembira. Herawati memang tak sanggup lagi menahan
jeritan hatinya.” Ayaaaah, aku tak ingin ayah berada disini. Ditempat yang tak
layak ayah huni, aku ingin ayah pulang, aku tahu, ayahku bukan pemakai Narkoba,
ya kan ibu?”. Ucap herawati sambil menangis.
Setelah beberapa menit
herawati berbicara dengan ayahnya, seketika itu ayahnya mengluarkan Brosspen
yang dibelikan siang tadi, sambil berkata, “ nak, ini ayah belikan Brosspen
untuk mu, yang tak bisa ayah berikan saat wisuda nanti kau sematkan bross ini
di kerudung mu nanti ya?”. Melihat brosspen yang diberikan ayahnya dengan
bentuk kupu – kupu berwarna ungu, sungguh membuat hati herawati terharu. “
terima kasih ayah, aku pasti akan memakainya nanti di hari wisudaku,!”. Itulah
ucapan herawati kepada ayahnya. Kemudian ada kata terakhir yang di ucapkan
seorang ayah untuk herawati sebelum anak dan istri meninggalkannya “ayah
ucapkan selamat atas wisuda mu nak, terima kasih engkau telah mewujudkan
harapan ayah, walaupun di penghujung
harapan ayah tidak sesuai dengan kehendakmu. Ayah akan pulang, dan kita
akan hidup bersama dalam ruang keharmonisan keluarga”.
oleh : Fitriyani
SMA Negeri 2 Selatpanjang
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !